Fanfiction : Sal-In - Part 4
Author : Ayuna Kusuma
Maincast :
IU : Hyemi
Kai Exo K : Ryu
Yoona SNSD : Lee Ji-eun
TIGER JK : Hyung / ChangJun
5ZIC : JaeBo
Genre : Romance, Action
11 Februari 2013 15:08, Gudang Arrin Apartmen.Daemyeong, Nam-Gu, Daegu,
“Ah~~~~~~~!!” petugas kebersihan berteriak sekeras-kerasnya ketika menemukan tubuh Ji-eun yang tergeletak di dalam lemari penyimpanan. Celana Ji-eun sobek-sobek, beberapa pecahan botol kaca masih menancap di lutut dan telapak kakinya.
Berkali-kali wanita paruh baya itu berteriak meminta tolong, tak ada yang menanggapinya, petugas kebersihan itu kehilangan akal, entah karena terlalu panic atau memang sifatnya yang bodoh. Ia menyiram wajah Ji-eun dengan air bekas bercampur detergen.
Ji-eun terbangun, sadar tubuhnya sudah terlalu basah, ia bangkit, dan segera menutup pintu gudang apartemen, gadis petugas kebersihan itu hanya terdiam melihat tingkah Ji-eun.
“Ahjumma,.. terima kasih telah membuatku sadar, aku hampir mati, tadi…” bisik Ji-eun, ia duduk bersandar pada pintu gudang, sambil mencoba mencabut pecahan kaca di lututnya yang masih menancap.
“Aigo… Aigoo…” Kata ahjumma ketika Ji-eun berhasil melepas pecahan kaca.
“Ahjumma… di lantai dua, kamar no 8 apakah ada orang disana?” Tanya Ji-eun, dia merobek celana jeansnya dan merubahnya menjadi hot pants.
“Aigoo.. apakah kau perlu ke rumah sakit? Hah…?Ayo kuantarkan ke rumah sakit… kakimu parah.. apa yang terjadi denganmu eoh… aigoo…” kata Ahjumma sambil menutup matanya dengan lengannya
“Ahjumma, jawab pertanyaanku, apakah diatas masih ada tiga pria memakai setelan hitam?” kata Ji-eun, diambilnya tas ranselnya yang basah.
“Anni… disana kosong, dan sangat berantakan… apa kau yang tinggal di kamar no 8?” Tanya Ahjumma, kali ini dia sudah tak takut lagi melihat keadaan Ji-eun, walaupun kakinya penuh luka, gadis itu tetap bisa berdiri tegap.
“Ahjumma… aku hampir saja di bunuh, jadi mohon kerjasamanya, bisakah kau mengecek ke atas, apakah disana masih ada orang?” kata Ji-eun, Ahjumma yang menolongnya itu langsung berlari, keluar gudang, Ji-eun hanya menunggunya di balik pintu gudang.
Beberapa menit kemudian, Ahjumma petugas kebersihan itu datang, nafasnya menderu “tak ada siapa-siapa disana…”
Ji-eun bangkit dari istirahatnya, ia memberikan Ahjumma kalungnya yang berbentuk bintang.
“Ahjumma… tolonglah aku, kalau ada orang yang mencariku, bilang saja aku sudah tidak ada disini lagi, arra? Ini untukmu, terima kasih telah menolongku Ahjumma” kata Ji-eun, Ahjumma petegas kebersihan itu menggenggam kalung yang diberikan Ji-eun dan melihat gadis itu berjalan dengan begitu pelan.
Sesekali, Ji-eun melihat ke kiri dan kekanan, melihat parkiran mobil yang ada di depan apartemen, tak ada mobil hitam disana. Merasa aman Ji-eun lalu berlari menuju lantai dua menggunakan tangga darurat, sesekali ia menyeret kakinya yang kram.
Sampai di kamarnya, Ji-eun memilih dan memilah baju yang harus ia bawa, tas yang basah karena air bekas pel ia buang begitu saja, ia mengambil tas ranselnya yang lain, dan mengisinya dengan baju juga senjata yang pernah diberikan ayahnya. Pistol caliber 22.
Ayahnya sering bilang, kalau Ji-eun harus bisa menjaga dirinya sendiri, karena sebagai polisi Ayahnya memiliki banyak musuh, baik dari mafia atau aparatur Negara yang korup. Banyak yang ingin membunuh ayahnya, polisi yang jujur. Ayahnya berkali-kali berhasil membunuh mafia yang sering membuat ulah di kawasan Pohang.
Itulah sebabnya, mengapa Ji-eun harus tinggal di kota yang berbeda. Ayah Ji-eun tak mau anaknya terlibat dengan pekerjaannya, menjaga anaknya satu-satunya adalah keinginan utama Ayahnya. Setiap kali ada hari libur, ayahnya pasti mengunjungi Ji-eun, tapi sepertinya kali ini tidak bisa. Ji-eun memutuskan pergi ke Pohang.
Sebuah keputusan yang salah kaprah. Padahal musuh utamanya, otak pembunuhan yang punya keinginan besar menyiksa Ji-eun sekarang berada di Pohang. Mereka ayah dan ibu Pyo, mafia terbesar di Pohang.
Setelah selesai mengganti pakaiannya dengan cepat. Ji-eun melangkah keluar dari kamarnya.
“bye bye…” kata perpisahannya pada semua barang miliknya yang ia tinggal. Ji-eun harus lebih hati-hati lagi saat ini. Gadis hebat itu berlari menuju halte bis.
Topi dan kacamata, jaket hitam akan membuatnya tampak seperti orang lain. Jangan sampai ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, nyawanya akan hilang dan tak bisa lagi bertemu ayah yang dicintainya.
***
11 Februari 2013 16:21 Intercity Bus Terminal, Daemyeong 11(sibil)-dong, Nam-gu, Daegu
Ryu turun dari taxi bersama seorang gadis. Tangan mereka saling menggenggam, sesekali Ryu melihat ke sekelilingnya, apakah ada orang suruhan ChangJun yang mengikutinya. Memastikan tak ada yang mencurigakan, Ryu akhirnya masuk ke dalam terminal, gadis yang bersamanya itu tak melepaskan genggaman tangannya.
“Oppa… apa kau yakin, kita akan pindah ke Gumi?” Tanya gadis itu sedikit ketakutan. “Oppa… apakah Hyung akan mengejarmu? Mengapa kau tak kembali saja padanya, lalu meminta maaf padanya Oppa…” kata gadis itu.
Ryu menatap wajah gadis itu lalu memberinya senyuman yang menenangkan. “Tidak… aku tidak akan kesana lagi, aku akan membawamu ke Gumi, kita akan menikah disana, aku tak mau kau tinggal di rumah keluarga Hyung, dia sudah membenciku, kalau seperti itu, kau pasti menjadi sasaran berikutnya. Hyemi… apakah kau tak ingin bersamaku? Tak ingin menikah denganku?” Tanya Ryu sambil mencium tangan kekasihnya.
“Oppa… aku ingin sekali… tapi…”
“Ssstt… “ Ryu membungkam bibir manis Hyemi dengan tangannya.
Setelah membeli tiket bus, mereka duduk di ruang tunggu bersama penumpang lainnya, malam itu banyak sekali orang yang ingin bepergian, mengingat sebentar lagi perayaan valentine, jadi banyak pria yang bekerja di Daegu pulang ke kota mereka masing-masing.
“Hyemi… apakah kau sudah menyiapkan coklat untukku?” Tanya Ryu sedikit menetralisir ketegangan Hyemi. Sedari tadi gadis itu memeluk lengan Ryu, sambil melihat kekiri dan kekanan.
“Oppa… jangan memikirkan hal itu sekarang… lihatlah wajahmu… apakah Hyung benar-benar melakukan ini?”
“Hyemi… kalau kita menikah nanti… aku ingin kita membuka stand makanan, aku akan bekerja keras untuk membahagiakanmu Hyemi… tapi kau juga harus membahagiakanku, buatkan aku anak yang banyaaaaaaaaaak.. hehehe”
“lalu kau melatihnya menjadi mafia?”
“bukan… aku akan melatih mereka untuk bisa membunuh semua mafia di korea ini” kata Ryu sambil memeluk Hyemi.
“hehehe itu sama saja mafia…”
“Hahahaha” mereka tertawa, tampak begitu bahagia. Padahal di belakangnya ada tiga orang yang mengintai. Jaebo dan kedua anak buahnya.
“Hyung… pakai ini” kata anak buah Jaebo sambil memberikan peredam shotgun. Mereka duduk di pojok ruangan, selisih 3 deretan bangku, tapi komplotan mafia sadis itu bisa melihat Ryu.
“Hei.. apakah kau yakin itu gadis yang harus kita bunuh?” kata Jaebo, sambil memasang peredam suara di selonsong shotgun miliknya.
“Yakin… aku yakin itu Ji-eun… cepat Hyung, tembak gadis itu sekarang, sebelum mereka pindah posisi” kata anak buah Jaebo.
Jaebo berpindah posisi, ia duduk di balik bangku, “Hei. Cepat duduklah didepanku” anak buahnya bergeser menutupi Jaebo, pria itu membuka jaketnya dan menyelipkan selongsong shotgun, ia membuka jaketnya lagi, memberikan ruang kepada Jaebo untuk membidik targetnya.
“Siap… huh… mati kau Ji-eun, ibuku akan menyukai mayatmu…” kata Jaebo membanggakan tindakannya.
TAZZZZZZZZZZ….. tubuh Hyemi jatuh ke pelukan Ryu.
Syok kekasihnya meninggal seketika di pelukannya. Ryu berteriak-teriak memanggil Hyemi, ia mengguncang-guncang tubuh kekasihnya yang berlumuran darah, beberapa polisi yang menjaga stasiun bis melihat Ryu sedang memeluk Naemi, mereka langsung mengetahui dari banyak pengunjung ada yang membawa pistol.
“HYEEEEEEEEEEEEEEEEMIIIIIIIIIIIIIIIIII~~~~~~!! Bangun Hyemi……… Bangun….. Hyemmi… Jangan tinggalkan aku Hyemi………..” Ryu menangis, sambil memeluk kekasihnya yang sudah lemas tak bernyawa.
“DIAM~~~~~!! JANGAN BERGERAK~!! Jangan ada yang bergerak~~~~!! Atau kutembak kalian semuanya~~!!” kata polisi itu sambil menunjukkan senjatanya. Semua pengunjung yang berdiri terdiam, termasuk kedua anak buah Jaebo. Dan Ji-eun yang baru datang ke stasiun.
Ji-eun melihat Ryu, mafia yang telah menolongnya tadi pagi sedang memeluk seorang gadis, dan menangis sekeras-kerasnya. Ji-eun hanya bisa bersembunyi di balik tong sampah besar didepannya. Ia berpikir pasti mafia yang ingin membunuhnya mengira gadis yang bersama Ryu itu adalah dirinya.
“Hyemi…….. Hyemi……. Mengapa kau meninggalkan aku sendirian Hyemi…” tangis Ryu yang menyayat hati terdengar begitu menggema, membuat beberapa calon penumpang menangis juga melihat peristiwa itu. “HYAAAAAK~~~~~!! JAEBO~~~~~!! Aku tahu kau ada di ruangan ini HAH~~~~~!! Keluarlah kau,
KELUAR~~~~~~!! BUNUH AKU~~~~~!! Bunuh sekarang juga~!! cepat~~~~~!!” Ryu berdiri berjalan kesana kemari mencari orang yang dituduhnya telah membunuh Hyemi.
“Hey~! Kau diamlah… jangan bertind…” Polisi yang mencoba melarang Ryu itu terkapar, peluru menembus punggung sampai jantungnya. Semua calon penumpang seketika berdesakan keluar, mereka tak mau menjadi korban berikutnya. Petugas stasiun pun berlari keluar menyusul para penumpang
“JAEBOOO~~~~~~!! Keluarlah~~!! HAH~~~~~!! BUNUH AKU~~~~~~~!! HA……” Ryu masih berdiri, nafasnya tak teratur, emosinya meninggi, kemarahannya telah membuatnya lupa akan Hyemi untuk sementara.
Ji-eun merubah posisinya, ia tak mau terlihat oleh mafia yang sedang mengincarnya. Sekarang ia berada di luar ruang tunggu, bersandar di pintu sebelah kanan, ia melihat Ryu. Ingin sekali ia menolongnya, tapi Apa yang bisa ia lakukan. Akhirnya ia menyiapkan pistol caliber 22 yang ia miliki.
Jaebo bangkit dari persembunyiannya, ia menyeka keringatnya, lalu mendekati Ryu yang menahan marahnya.
“Oh… ternyata bukan targetku… miannatta…heehee” kata Jaebo meremehkan, ia berlalu begitu sambil tersenyum mengejek. Tak menunggu lama, Ryu meloncat kearahnya dan menghantam wajah Jaebo dengan pukulan andalannya.
Ryu memukul wajah, lalu menendang ulu hati Jaebo. Hingga pria yang membunuh kekasihnya itu terlempar ke belakang. Ryu kembali memukul Jaebo dan menendangnya berkali-kali, pria kekar yang dikatakan bisa membunuh 17 orang dalam pertarungan itu tak bisa mengelak pukulan Ryu, sama sekali tak bisa.
Kedua anak buah Jaebo berniat menembak Ryu, tapi mereka tak pernah tahu kalau Ji-eun sudah bersiap menembak mereka dari balik pintu. Ji-eun tak bodoh, ia juga menggunakan peredam untuk aksinya menolong Ryu.
Sekali, dua kali tembakan mampu membunuh kedua bawahan Jaebo. Ji-eun sudah terbiasa menggunakan senjata. Di sekolah kepolisian Pohang, ayahnya sering melatihnya menembak dengan kecepatan tinggi.
Jaebo yang tak sadar anak buahnya telah mati. Masih saja mencoba
menghajar Ryu. Tapi Ryu kali ini sanggup melawan pria kekar itu. Dengan emosi yang meletup-letup, dan air mata yang masih mengalir, ia berhasil melumpuhkan Jaebo.
Dicengkramnya kemeja Jaebo. “Jaebo… hidupkan lagi HYEMI~!!! CEPAT~~~~!! RIGHT NOW~~~~~!!” Teriak Ryu, ia menangis menyesali kematian kekasihnya. Jaebo yang sudah babak belur masih sempat tertawa mengejek Ryu, tak peduli lagi, Ryu kembali menghantamkan Shotgun milik Jaebo ke wajah musuhnya.
Ia mencengkram lagi kemeja Jaebo, Jaebo terlalu lemas, akhirnya Ryu mencengkram leher Jaebo dan mendorongnya ke dinding. Jaebo tercekik dan mengeluarkan lidahnya, ia terlalu susah untuk bernafas kali ini.
“Apakah ChangJun yang menyuruhmu membunuh Hyemi??? … hummm” Tanya Ryu mencoba menahan emosinya.
Jaebo tak menjawab, ia terlalu sibuk mengatur nafasnya yang terasa tercekat.
“HYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA JAEBO~~~~~!! APAKAH CHANGJUN yang menyuruhmu membunuh HYEMI??? HAH?” Ryu berteriak di depan wajah Jaebo, sesekali ia menghantam kepala musuhnya dengan shotgun ditangannya.
“Aaa… aku kir a… di… dia… Ji…Eun…. Maa…afkan… aku Ryu… aku salah… sa..saran…” kata Jaebo.
TAZZZZZ… Jaebo lemas seketika, ada peluru yang bersarang di lengannya.
“Maaf Ryu..tembakanku meleset, peluruku juga sudah habis ” kata Ji-eun, ia berdiri di belakang Ryu.
“APA YANG KAU LAKUKAN HAH~~~~~!! Mengapa kau membunuhnya HAH??” tak pernah di duga, Ryu berbalik dan menampar Ji-eun, sampai gadis itu terjatuh ke samping. “Apakah kau tak tahu hah? Ada seorang mafia di Pohang yang ingin
membunuhmu untuk membalaskan dendamnya, karena ayahmu telah membunuh mereka, hah… kenapa kau malah membunuh anak mereka yang lainnya hah?? Kau tahu… mereka telah membunuh kekasihku… semua itu karna kau… Hyemi… bangunlah Hyemi… aku tak bisa hidup tanpamu… Hyemi….” Tangis Ryu, ia kembali memeluk kekasihnya dan menciumi wajah Hyemi yang sudah mendingin
“a…apa…?”
“Ji-eun.. Selama ini kau menjadi sasaran para mafia di Pohang, mereka ingin menghabisimu, dan mengirim mayatmu untuk dijadikan permainan disana… tadi pagi kau sudah kuperingatkan untuk keluar negeri… pergilah… menjauhlah dari Korea… tapi kau tak mau bekerja sama… dan tadi… mereka membunuh Hyemi…” Ryu menguncang-guncang kekasihnya yang telah meninggal.
Ji-eun menangis melihat Ryu seperti itu, ia menjatuhnya pistolnya, dan membungkam mulutnya, menahan tangisnya, Ji-eun merasakan apa yang telah di rasakan Ryu.
“Ryu… dia… dia sudah meninggal… jangan mengguncangnya seperti itu Ryu…” kata Ji-eun disela tangisannya.
“DIAM KAU~!! HYEMI… tak akan pernah mati, dia akan hidup untukku selamanya, iya kan Hyemi…? Bangunlah Hyemi…” Ryu memeluk Hyemi lebih erat.
“Ryu… maafkan aku… aku tak mempercayaimu… Ryu…”
“STOP~!! Jangan pernah lagi menggangguku, urus saja urusanmu sendiri Ji-eun, kau sudah membunuh Jaebo, kakak dari korban yang dibunuh ayahmu… sekarang lindungilah dirimu sendiri, dua mafia terbesar di Pohang dan Daegu, akan memburumu kalau mereka tahu kau yang membunuh Jaebo… Aku akan tetap disini bersama Hyemi… iya kan Hyemi… hummm” Ryu membelai wajah kekasihnya dan menyeka darah yang keluar dari hidung Hyemi.
“Ryu… polisi akan datang kemari, ayo… kita pergi… tinggalkan Hyemi disini, pasti pihak Polisi akan mengurusnya… Ryu… cepatlah…” Ji-eun memberanikan diri melepaskan tangan Ryu yang sedari tadi memeluk kekasihnya.
Dengaan mudah Ryu melemparkan tangan Ji-eun. “Pergilah sendiri.
Gara-gara kau, Hyemi menjadi seperti ini, aku juga sudah keluar dari mafia, jadi kita sudah tak ada urusan lagi,… anggap saja kau tak pernah mengenalku…” kata Ryu, sambil membopong kekasihnya yang sudah menjadi mayat.
Ryu keluar dari ruang tunggu, ia berjalan di malam yang begitu menyedihkan, sambil membawa kekasihnya dalam pelukannya. Banyak pejalan kaki yang melihatnya, menganggap Ryu hanya pria gila, mereka tak tahu kalau Ryu memang sedang gila mengatasi perasaannya sendiri, berpisah dengan kekasih yang sudah menemaninya selama 3 tahun.
“Hyemi… apakah kita harus berpisah sekarang?” kata Ryu pada kekasihnya, sesekali ia mencium pipi mayat kekasihnya itu.
Ji-eun berjalan di belakangnya, menjaga jarak, agar Ryu, tak merasa sedang di ikuti. Gadis itu tak bisa menahan tangisnya, air matanya menetes begitu deras membasahi pipinya.
“Ryu…. jebal ... naleul yongseo… hmm… aku tak tahu kalau seperti ini jadinya…” kata Ji-eun, sayang sekali Ryu tak mendengarnya. Ia terlalu jauh berjalan di depan.
“Hyemi… kau ingin hanbok warna ungu kan?... aku akan membelikanmu malam, ini… aku akan membuatmu semakin cantik…”
***
11 Februari 2013 18:21 Daemyeong 10(sip)-dong, Nam-gu, Daegu
Ryu membawa kekasihnya ke pemakaman, ia memesankan pemakaman untuk kekasihnya, Hyemi bertambah cantik ketika Ryu memakaikannya hanbok berwarna ungu.
“Ahjumma… tolong urus kekasihku dengan baik, ini uang pemakamannya, aku tak tega melihatnya seperti ini, terima kasih, kau mau menolongku, ini data Hyemi, aku harap kau mau menyimpankan abunya untukku Ahjumma” Ryu menangis di hadapan pengurus pemakaman.
Wanita paruh baya yang ada didepannya hanya berkata “Pulanglah… dia sudah tenang di alamnya sendiri… jangan pernah bersedih seperti ini, kalau kau bersedih, dia akan lebih bersedih, kalau kau merasa kehilangannya, ia akan lebih kehilanganmu… Terima kasih Ryu… ini lebih dari cukup… apakah ada keluarga yang lainnya?”
“tidak… Ahjumma, hanya aku keluarganya” jawab Ryu sambil keluar dari tempat pemakaman. Ia menghapus air matanya, ketika melihat ke samping, ia menemukan Ji-eun bersandar di dinding gedung pemakaman.
Ryu hanya berjalan melewati gadis itu, ia seakan tak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada Ji-eun.
“Ryu… Ryu…” Ji-eun berhasil meraih tangan Ryu yang terasa dingin. Ryu kembali menghempaskan tangan Ji-eun, tapi gadis itu terlalu kuat keinginannya. Ia kembali lagi mengulangi tindakannya. “Ryu… jebal ... naleul yongseo…… hmmm… jebal ... naleul yongseo…Ryu… jebal ... naleul yongseo…” Ji-eun berlutut di samping Ryu.
“jebal ... naleul yongseo……Ryu… aku tak tahu lagi harus bagaimana… kau sudah menolongku… tapi aku sama sekali tak bisa menolongmu… jebal ... naleul yongseo…” kata Ji-eun di sela tangisnya.
“kau bisa membantuku, menjauh dariku, jangan libatkan aku lagi…hmmm… apakah permintaanku belum jelas HAH?? KAU BISA MEMBANTUKU JI-EUN!! MENJAUH DARIKU!!” Ryu berlari menjauh dari Ji-eun yang tetap berlutut dan menangisi nasibnya sendiri.
To be continue