Fanfiction Butterfly - Part 1 - NEW Series.


Author : #AyunaKusuma ( #Yun )

"Sebelum membaca klik BAGIKAN / SHARE ya..... supaya banyak yang baca dan menikmati cerita ini... hehehe"

Genre : Mystery, Romance, Sadness

Maincast :

Jin Hee : Lee Yeon-hee
In Moon : Song Ha-yoon
Min Gyong : Changmin
Kim Nam : Kim Nam Gil

***

Februari 1989 - Daegu -

***

Cuaca di bulan Februari masih buruk, beberapa orang memutuskan untuk berada di rumah mereka, atau sekedar keluar untuk pergi ke rumah saudara dan kolega yang memiliki pemanas ruangan. Hawa dingin menyebar melalui jendela-jendela. Salju turun begitu lebatnya. Memenuhi jalanan Suseong-gu.

Seorang wanita terlihat tergesa-gesa, ia membawa kantong plastic yang penuh dengan makanan juga obat-obatan. Ia berlari di jalanan yang licin, melewati pohon-pohon yang penuh dengan salju di samping trotoar. Tak ada siapapun di jalan saat ini selain wanita berambut pendek yang membawa dua kantong plastic.
Ia berbelok ke gang sempit, lalu menuruni tangga.

“Aigoo!!” Hampir saja ia terpeleset karena jalanan yang licin. Wanita itu berbelok ke arah kiri dan memasuki sebuah rumah berwarna hitam dengan list biru yang berada di tengah pemukiman. Ia dorong pintu rumah yang setengah terbuka.

Wanita itu menaruh barang yang ia bawa di meja berbentuk kotak, lalu melepas mantel dan syal yang ia pakai. Pintu di tutup lalu ia menyalakan pemanas ruangan.

“Jin Hee… aku sudah pulang…….” Kata wanita itu sambil melangkah ke satu kamar yang ia kunci. Dengan hati-hati ia membuka kuncinya, lalu menyalakan lampu kamar setelah pintunya terbuka.

“UHMM!! Apa kau memakai parfum itu lagi?” Tanya wanita itu sambil mengibaskan syalnya ke udara di dalam kamar, ingin menyingkirkan aroma pengap yang tak sedap. Wanita itu melangkah ke arah jendela, ia membuka korden lalu merapikan beberapa kertas yang penuh coretan.

“Jin Hee… kau masih mencoba menulis? Bagus… kau harus segera menemukan hidupmu yang baru… hum… bagaimana si kecil?” ia mendekati wanita lainnya yang bernama Jin Hee duduk di ranjang, memeluk bantal sambil menangis.

“Jangan menangis… aku membelikanmu susu khusus untuk ibu hamil dan beberapa makanan… oh… aku hampir lupa… ini… aku membeli ini untuk anakmu… hehehe… hari ini aku mendapat bonus dari kantor. Jadi aku belikan ini untuk anakmu… sebuah kalung… lihatlah… kupu-kupu… bisa di pisah… dan bisa di satukan… lihatlah… hehehehe… kau suka?” kata wanita berambut pendek pada Jin Hee sambil memperagakan cara memakai kalung.

“Moon… apakah… kau bertemu dengan Mingyong tadi?” Tanya Jinhee sambil menghapus airmatanya.

“Hummm… aku sudah mencarinya di kantor barunya, tapi beberapa pekerja disana, bilang… tak ada pria yang bernama Mingyong yang bekerja disana… mungkin teman suamimu bohong padaku… haiss… jangan memikirkan pria brengsek itu… aku akan ambilkan Susu untukmu..” Moon bangkit dari duduknya dan menyerahkan dua kalung yang sudah dibelinya pada Jinhee.

“Moon” Jinhee melarang temannya menjauh darinya. Ia menggenggam lengan Moon dengan erat, lalu menyeret temannya untuk kembali duduk dengannya. “Kumohon… lepaskanlah aku… aku tak akan merusak barangmu… aku bukan wanita gila… aku perlu mencari suamiku… kau tahu… suamiku… begitu mencintaiku… Moon… ia tak akan pernah meninggalkanku… kalaupun ia meninggalkanku… aku akan mencarinya… eum… lepaskan aku… jangan kurung diriku disini…. Moon…. Kumohon…” Jinhee memohon sambil memeluk punggung Jinhee, memastikan bahwa ia memang benar-benar ingin keluar dari sekapan temannya.

“Jinhee… aku kasihan padamu… aku menempatkanmu disini… karena aku sayang padamu… aku tak mau kau terluka… suamimu… aku melihatnya sendiri dengan mataku… ia meninggalkanmu… dan aku melihatnya sendiri sekarang ada wanita lain yang bersamanya… menjadi istri barunya… haruskah aku melepaskanmu dan membuatmu melihat semua itu HAH??? HARUSKAH AKU??? APA KAU TAK SAKIT HATI HAH!!!” Moon berteriak sambil melepaskan pelukan Jinhee. Wanita itu semakin menangis ketika mendengarkan penjelasan dari Moon.

“apakah kau akan tetap mencintai pria BRENGSEK!! Seperti dia hah??? Jinhee… sudah kukatakan… bunuh saja anakmu itu… aku sudah lama mengatakannya… tapi kau tetap saja pada pendirianmu… mempertahankan mereka di rahimmu… KAU TAHU JINHEE!!! Suamimu tak pernah mencintaimu!!! Suamimu yang brengsek itu mencintai wanita lain!! EOH!!! Apakah kau ingin aku menyakitimu dengan membuatmu bebas di luar?? Lalu melihat kebahagiaan mereka ? BEGITUKAH??? APA KAU TAK SAKIT HATI?? EOH!!!” Moon masih membentak dan menatap Jinhee yang menangis sambil menutup wajahnya. Mata Moon terlihat penuh kemarahan.

“Andwae…. Andwae… Mingyong akan terus mencintaiku… dia akan terus mencintaiku… suamiku akan menemuiku… aku akan menunggunya… Moon… aku tak bisa membunuh anakku… mereka… bukti cintaku pada suamiku… Moon… aku tak percaya padamu… sebelum aku melihat dengan mataku sendiri… Moon…… kumohon…… lepaskanlah aku… kali ini saja…”

“ANNI….. Aku tak akan melepaskanmu!!” Moon pergi keluar kamar lalu membanting pintu dan menguncinya lagi. Ia meninggalkan Jinhee yang masih sibuk menangisi keadaannya. Wanita yang rapuh itu turun dari ranjangnya… Ia berjalan dengan pelan dan tertatih.

“geugeoya… hum…” gumam Jinhee sambil menghapus air matanya, lalu membelai perutnya yang mulai membesar. “geugeoya…. Eomma… tak akan menangis lagi sekarang…. Eomma akan tetap menunggu Appa…Appa kalian… begitu tampan… baik… dan setia… ia tak akan pernah berkencan dengan wanita lain… Eomma… yakin… kalian akan terlahir di dunia sebentar lagi… Eomma akan berjuang… keluar dari sini… dan mendapatkan Appa lagi… hummm… Ye… Eomma… tak pernah percaya pada Moon…” Jinhee bicara sendiri sambil mencorat-coret kertas yang ada di hadapannya.

“Mingyong…. Apakah… kau benar…benar… membenciku?... apa salahku eoh…? Apakah… karena aku seorang diri di dunia ini…. Hingga kau meninggalkanku begitu saja?.... aku akan menemuimu sebentar lagi… aku akan menemuimu… ya… aku akan menemuimu…” Jinhee berjalan mengelilingi kamarnya, ia memeriksa setiap sudut kamar, memeriksa jendela yang sudah diberi trails besi. Menggeser lemari, ia mencari celah untuk bisa keluar dari sekapan Moon.

“Aku tak akan membiarkan Moon menyekapku lebih lama lagi… ia sudah berbohong padaku… ia sama sekali tak pernah menyayangiku… Mingyong… tunggu aku… aku akan mendatangimu… Mingyong… Mingyong…” Jinhee berusaha mencari celah.

“JINHEE!! Ini susu untukmu dan ini makananmu…” kata Moon yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar, Jinhee yang sedari tadi sibuk mencari celah, kini terdiam, ia tak mau Moon mengetahui apa yang ia lakukan.

“hum…” jawab Jinhee sambil melirik Moon yang berdiri di belakangnya.

“Aku akan pergi… kau diam saja disini… aku akan membelikan buku baru untukmu arraseo? Hehehe… apa yang kukatakan tadi… lupakan saja… mianhae…” kata Moon sambil memijat bahu Jinhee, lalu mengulaskan senyum padanya.

Moon kembali ke luar dan mengunci Jinhee di kamar yang begitu pengap. Jinhee berlari ke pintu kamar, ia menyandarkan kepalanya ke daun pintu, didengarkannya suara langkah Moon, setelah ia memastikan wanita itu sudah tak ada di rumah. Jinhee berlari ke arah dinding, ia menendang dengan sekeras-kerasnya. Hingga ia terjatuh.

“Aaww..!! Aihs… Aigoo…!!” keluhnya, ia pun mengulangi tingkahnya, kali ini dengan bangku kayu, di lemparkannya ke jendela kaca, hingga ia bisa merasakan dinginnya udara di bulan februari.

Jinhee melangkah ke pecahan kaca, ia tak merasakan sakitnya pecahan kaca, ia tak mempedulikan bagaimana rasanya darah keluar dari telapak kakinya. Yang ia rasakan hari ini adalah kebahagiaannya karena mendapatkan keberanian untuk membebaskan diri.

“jeo jom dowa juseyo!!!!!!!!!!!!!!!” Jinhee berteriak sekeras-kerasnya

“jeo jom dowa juseyo!!!!!! AHJUSSI!!!!! AHJUMMA!!!!!!! jeo jom dowa juseyo!!!!! OH!! jeo jom dowa juseyo!!!!!!!” Teriak Jinhee, tapi tak ada yang mempedulikannya, tetangganya hanya membuka korden lalu menutupnya kembali, penjual kimbab keliling juga membiarkan Jinhee berteriak.

Ia hanya bergumam “Aissh… dasar wanita gila… ia memecahkan kaca kakaknya lagi” kata wanita penjual kimbab itu sambil memberikan satu bungkus kimbab ke Jinhee “Kajja… makanlah… apa kakakmu tak memberimu makan? Aigoo… apakah saudara tirimu harus memperlakukanmu seperti ini?” kata penjual kimbab, ia belai wajah Jinhee yang menahan kesedihan.

“Oh… Ahjumma… aku tak perlu kimbab Ahjumma… dowajuseyoo ahjumma… aku harus keluar dari sini.. ahjumma… aku tak gila ahjumma… tolong aku ahjumma…” mohon Jinhee, ia menangis dihadapan penjual kimbab keliling.

“Oh…ma-emo… oh… aigoo… aigoo… makanlah… kajja… aku harus kembali bekerja… aku tak bisa melepaskanmu.. atau kakak tirimu akan marah padaku… arra… aigoo… kasihan sekali kau…” Wanita penjual kimbab itu pun berlalu meninggalkan Jinhee yang semakin keras menangis.

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!!!! jeo jom dowa juseyo!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriaknya lagi, sambil mencoba melepaskan terali besi yang menghalangi jendela. Darah mengalir begitu deras dari telapak kakinya.

“Ahjussi!! jeo jom dowa juseyo!.... lepaskan aku darisini!!!!” kata Jinhee pada pria pejalan kaki yang melintasi jendelanya.

“Ommo!!! Aku? Apa yang terjadi padamu? Eoh??” Pria itu terkejut melihat Jinhee yang menangis, ia melongok ke dalam jendela dan melihat perut Jinhee yang membesar lalu melihat genangan darah yang menghitam.

“HYAK!!! Jangan lepaskan dia!! Dia hanya wanita gila!!! Kakak tirinya sudah berpesan padaku… jangan lepaskan dia!!” Tetangga Moon berteriak membuat pria pejalan kaki itu bingung..

“Anni… ani…..aku bukan orang gila… jeball… jeo jom dowa juseyo!...” kata Jinhee sambil meraih tangan pria pejalan kaki itu. Pria itu melepaskan tangan Jinhee.

“ANDWAE!!!!!!!!!!!!!! jeo jom dowa juseyo!!!!!!!! Hak Hak Hak!!!!” Jinhee berteriak sambil menangis, tapi bukannya pergi, pria itu malah menuju pintu rumah Moon, dengan paksaan ia mencoba mendobrak pintu yang terbuat dari kayu.

“Dimana kau!! Ahjumma!!!” pria itu berteriak mencari Jinhee yang harus dia tolong.

“Aku Disini!!!!!!!!!!!!!!!” Jinhee menghapus air matanya, ia masih berdiri bersandar pada trali besi. Pria yang berjiwa pahlawan itu mendobrak pintu kamar Jinhee hingga rusak dan roboh.

“Ahjumma!!!” Pria pejalan kaki itu terkejut ketika melihat Jinhee yang berdiri di atas pecahan kaca, darah mengalir deras dari telapak kakinya. Dengan cepat pria itu berlari lalu membopong Jinhee menghindari pecahan kaca. “Aku akan membawamu ke rumah sakit… mana suamimu Ahjumma??” Tanya pria itu sambil menggendong Jinhee.

“Aku… biarkan aku turun… aku harus mencari suamiku” kata Jinhee mencoba turun saat pria itu membawanya ke ruang tengah.

“Ahjumma!!!... biarkan aku mengobatimu sebentar saja… kaca-kaca itu menusuk kakimu… apakah kau tak merasa sakit eoh??” Pria itu berlari ke segala arah, ia membuka desk, lemari bahkan ke kamar mandi untuk mencari obat yang bisa ia gunakan.

“Aku… harus mencari suamiku…” kata Jinhee, ia duduk di meja kayu berbentuk kotak, “Aku… harus menemukannya… suamiku… tak akan pernah mengkhianatiku…” kata Jinhee, ia mulai menangis.

“Baik… Ahjumma… aku akan mengantarkanmu menemui suamimu… apakah kau di sekap oleh kakak tirimu? Bagaimana ceritanya kau ada disini Ahjumma? Lalu dimana suamimu?” Tanya pria itu begitu cepat sambil mencabut satu persatu kaca yang menancap di kaki Jinhee.

“Moolaayoo…” Jinhee bergumam ditengah tangisannya…

“Ahjumma… kau harus melaporkan hal ini pada kepolisian… ini sudah termasuk penculikan dan penyiksaan. Apalagi kau sedang hamil… aku akan membawamu ke kantor polisi… kita laporkan bersama-sama… aku tak akan membiarkan orang yang menyekap ibu hamil sepertimu, aku tak akan membiarkannya bebas…” Pria pejalan kaki itu rupanya sedikit merasa emosi ketika menghadapi kenyataan bahwa wanita yang ia tolong adalah korban penculikan.

“aku… aku ingin mencari suamiku… Moon… bilang ia tak akan datang menemuiku… karena… suamiku… bersama wanita lain…. Aku tak percayaa… aku tak bisa percaya… aku harus menemui suamiku…” gumam Jinhee dengan suara lirih.

“Siapa Moon? Suamimu?” Jinhee hanya menggeleng menjawab pertanyaan dari pria yang menolongnya.

“Kakak tirimu?” Jinhee mengangguk sambil terus menangis.

“Baiklah… aku akan membantumu.. mencari suamimu… apakah kau masih ingat dimana rumahmu yang dulu? Rumah yang kau tempati dengan suamimu??” Jinhee mengangguk, ia menghapus air matanya sedikit demi sedikit.

“Jeongmal?” Tanya Jinhee.

“yagsog haeyo…” pria itu mengikat telapak kaki Jinhee dengan perban, lalu menutupnya dengan kaus kaki tebal, dan memasangkan sepatu boot. Ia juga mengambil mantel di lemari pakaian, tak peduli lagi mantel siapa yang dia ambil.

“Kajja… kita harus cepat-cepat keluar dari sini… aku akan menolongmu… Kim Nam.. itu namaku… senang bisa menolongmu Ahjumma” kata pria penolong bernama Kim Nam sambil menyodorkan tangannya ke arah Jinhee.

“daedanhi gamsahabnida , dangsin-eun joh-eun salam” gumam Jinhee, ia tak menanggapi perkenalan dari KimNam. Jinhee mencoba berdiri, ia melangkah keluar dengan begitu cepat lalu berlari, Kimnam pun mengikutinya.

“Aih… Jjankanman…Aku akan mengantarmu dengan mobil… disana… kalau jalan kaki.. kita akan membuang waktu” kata Kimnam sambil menahan Jinhee, Kimnam mengarahkan Jinhee untuk berjalan menuruti perintahnya.

“HYAKKKK!!!!!! AKAN KAU BAWA KEMANA GADIS GILA ITU!!!” Tetangga Moon kembali berteriak, menghentikan langkah Kimnam.

“AHJUSSI!! Kau tahu atas penculikan ini!! EOH!!! Kau tahu semuanya tapi kau tak melaporkannya ke polisi!!! KAU YANG GILA!!! Aku akan melaporkanmu ke polisi… tuduhan penculikan!!! ARRASOO SEKKIYAAA!!!” teriak Kimnam membuat pria tua yang tadi menghalangi jalannya sedikit ketakutan. Beberapa tetangga yang membuka korden mereka dan melihat Jinhee bebas, juga menutup kembali kordennya.

“Aissh… dasar… apakah mereka tak pernah menolongmu?” Tanya Kimnam pada Jinhee yang terlihat kedinginan. Wanita itu hanya menggelengkan kepala.

“Pakai ini… jangan sampai kau kedinginan Ahjumma...” kata Kimnam sambil melingkarkan syal tebalnya ke leher Jinhee. “yagsog haeyo… aku akan menolongmu mencari suamimu… aku tak tega melihatmu Ahjumma… aku juga punya istri yang sedang hamil sepertimu… ia pasti sedih bila melihat wanita seperti dirinya mendapatkan perlakuan seperti ini… tenanglah.. aku akan antarkan kau kemana saja… untuk mencari suamimu… arra… jangan menangis lagi… secepatnya.. kau akan bertemu dengan suamimu..”

***

“Eomma… apakah baju ini cocok untukku?” Tanya Moon pada wanita tua yang duduk di kursi goyang.

“Humm… pantas… kau tampak cantik… Moon… apakah kau sudah memberikan makanan pada Jinhee?” Tanya wanita tua itu.

“EOMMA!!!!!!! Sebentar lagi aku akan menikah… mengapa kau hanya memikirkan gadis gila itu…” kata Moon sambil memasang wajah kecewa.

“Kau akan menikah dengan mantan suami Jinhee… kau sebentar lagi akan mendapatkan segalanya… apakah kau tak kasihan pada Jinhee… setidaknya kita harus memikirkan bagaimana keadaan Jinhee hahahahaha”

“Hahahahaha….. Eomma… kau membuatku shock… hahaha bagaimana bisa kau memikirkan Jinhee ketika anakmu akan menikah… hmmm aku sudah memberikannya makan, tadi ketika aku mengunjunginya… ia terlihat ingin keluar dari rumah itu… tapi aku sudah memasang beberapa kunci hingga ia tak bisa keluar… tenang saja Eomma…”

Wanita tua itu mendekati Moon, ia membenarkan letak veil anaknya.

“Sampai kapanpun… kau akan menjadi pemenangnya… Moon… aku tak akan pernah membiarkan Jinhee mendapatkan Mingyong untuk selama-lamanya… memisahkan mereka berdua… membuatku semakin puas… aku begitu membenci ayahnya… bisa-bisanya dia menipuku… mati.. lalu meninggalkanku dengan hutangnya yang menumpuk…”

“Humm… Eomma… aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Mingyong hihihi… kami adalah sepasang kekasih yang saling mencintai…”

“Hummm….. kau memang anakku yang hebat… apakah sore ini kalian ada kencan?” kata Ibu Moon sambil mencubit pipi anaknya.

“Ye….. kami akan makan malam… bukan kencan… hanya saja… hihihi”

“Ah…… ye…. Arraso… hahahaha” Kedua wanita itu tertawa menikmati waktunya, di tengah musim dingin yang begitu menusuk.

***

Ditengah hujan salju, mobil hitam milik Kimnam melaju cepat menghenyakkan butiran-butiran salju di jalan raya. Cuaca yang semakin ekstreem tak menyurutkan semangat Kimnam untuk membantu Jinhee, wanita yang baru saja diselamatkannya.

“Kau masih ingat? Belok mana sekarang?” kata Kimnam pada Jinhee yang ada disampingnya.

“Kiri…” kata Jinhee, wanita itu bersemangat ketika ia akan sampai di rumah suaminya. “Didepan… rumah itu… diujung jalan… itu rumahku dan suamiku..” kata Jinhee. Ia pun bersiap-siap turun.
Ketika mobil berhenti, Jinhee membuka pintu mobil, ia berlari menuju rumahnya, di gerbang, ia membanting tangannya berkali-kali, memencet bel, hingga berteriak.

“MINGYONG!!!!!!!! Buka!!!!! Ini aku!!!! JinhEEE!!!!! MINGYONG!!!!!! SUAMIKU!!!!!” Jinhee terus berteriak, tapi tak ada yang menjawab, Kimnam memeriksa ke belakang rumah, ia melihat rumah itu, seperti tak berpenghuni lagi.

“Ahjumma… kau yakin ini rumahmu yang dulu?” Tanya Kim Nam sambil mencoba meloncat pagar.

“Ye.. ini rumahku… aku membelinya dengan suamiku… ia membelikan rumah ini untukku… suamiku… Mingyong ada didalam… dia pasti di dalam sedang menungguku… MINGYONG!!!!!!!!!! BUKAAAAAA!!!! INI AKUUU JINHEEEEEEEEEEE!!!!” sekali lagi… tak ada yang menjawab.
Seorang wanita yang tinggal di sebelah rumah, keluar mengenakan mantel hitam, ia menghampiri Jinhee. Dari wajahnya bisa terlihat kalau ia sempat terkejut melihat Jinhee.

“OMMO!!!... apakah kau JInhee!!!?!! Bukankah sekarang kau di amerika?? Apakah kau mau kembali lagi untuk menyakiti suamimu eoh!! Dasar wanita penggila harta… eoh!! Kau kembali dengan suami barumu eoh!! Dasar!! Pergi dari sini!! Aku benci melihatmu!! Bagaimana kau bisa melukai suamimu yang baik itu heh!!” tetangga lama Jinhee berteriak bahkan memukul Jinhee dengan pembersih kaca.

KImnam yang sedari tadi ingin meloncat pagar, kini menahan aksi wanita tua yang tiba-tiba marah tak jelas pada Jinhee.

“Ahjumma… apa maksudmu?” Tanya Jinhee sambil menahan kesakitan di lengannya.

“KAU!!! AIH!!! LEPASKAN AKU!!!ARRG!!” wanita tua, mencoba melepaskan dirinya dari pelukan KimNam yang semakin rapat.

“Aku bukan suaminya… apa maksudmu ahjumma? Tenanglah… jelaskan pada kami… apa yang terjadi… Aku baru saja menyelamatkan Jinhee… wanita itu… dari tindak penculikan… bicaralah pada kami… aku adalah polisi… aku bertugas di kepolisian daegu… kau bisa lihat ini HAH!!” kata Kimnam sambil melihatkan lencananya.

Wanita tua yang sedari tadi marah dan terus berusaha memukul Jinhee tiba-tiba terdiam. Kimnam pun melepaskannya, dan beranjak ke Jinhee, melindunginya dari aksi wanita tua itu.

“Penculikan??” Tanya Wanita tua, ia melihat wajah Jinhee yang bersembunyi di balik Kimnam. “Bukankah… sudah lima bulan… kau… bukankah kau lari bersama seorang bankir dari Amerika? Lalu meninggalkan suamimu?... bukan…kah…”

“Andwae…. Aku tak pernah meninggalkan suamiku… ahjumma…. Selama ini… Moon menyekapku di rumah… ia bilang padaku kalau suamiku meninggalkan aku…” gumam Jinhee

“Aku menemukannya di kawasan Suseonggu.. ia berada di kamar yang sengaja di kunci rapat… kemungkinan selama 5 bulan ia disekap disana, para tetangga bilang ia memang di sekap saudara tirinya… dengan sangkaan Gila... Tak mungkin Jinhee pergi ke amerika seperti ceritamu… aku sendiri yang menemukannya tadi siang. Ahjumma… lalu dimana Migyong? Apakah kau tahu dia pindah kemana?” Tanya KimNam.

“Aigoo… Aigoo… Jinhee…. Mianhae…mianhae…aigooo mengapa mereka begitu tega padamu… aigoo… mianhae… Jinhee” wanita tua itu mencoba mendekati Jinhee dan memeluknya. “Oh… Jinhee… mianhae.. hum? Aku tak tahu kalau semua yang dikatakan Moon semuanya kebohongan… Mingyong… masih tinggal disini… kajja.. kita tunggu bersama-sama di tokoku… aku yakin Mingyong akan bahagia bila bisa melihatmu lagi…” Kata wanita tua itu pada Jinhee. Ia menghapus airmatanya sendiri. Lalu menuntun Jinhee untuk masuk ke dalam toko kelontongnya.

Kimnam, mengikuti kedua wanita itu dari belakang. Ia membuka handphonenya,

“Yoboseyo… ah… mianhae… aku harus pulang terlambat lagi kali ini… ada kasus penculikan yang harus kuselesaikan… hum…… ye… gomawo… love you…” Ia menutup handphonenya, lalu ikut masuk ke dalam toko kelontong yang kebetulan tutup pada hari itu.

“Ahjumma… apa kau tahu… dimana suamiku? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia merindukanku?” Tanya Jinhee pada wanita tua yang duduk di hadapannya. Satu persatu airmata wanita tua itu meluncur membasahi pipinya yang berkerut.

“Aigoya… tega sekali mereka padamu… Jinhee… Suamimu… akan menikah dengan Moon… saudara tirimu sendiri… Aigooya…. Jinhee…” kata Wanita tua itu sambil merapat duduk mendekati Jinhee, lalu memeluknya, dan membiarkan Jinhee mengangis sekeras-kerasnya dalam pelukannya.

To be continue

 
Layanan untuk Anda: x Cerita dari Kusuma | - | dari - | Lihat dalam Versi Seluler