Shit Down Chap 9 Nanako

Flash Story : Shit Down
Author : Ayuna Kusuma

"Sebelum/Sesudah membaca Fanfiction ini, budayakan share, Like, dan komentar. Terima kasih atas dukungannya"







Chapter Nine

Nanako Side :

Sepulang dari pemakaman Yoshi yang ramai kedatangan tamu dari teman sekolah dan relasi orang tuanya, akupun kembali ke rumah sakit, menunggu Nakata yang sendirian menunggu di kamar inapnya.

Ibu dan Ayah belum kuberitahu keadaan yang sedang terjadi saat ini, Nakata harus sembuh dalam tiga hari, setelah itu ia baru bisa pulang ke rumah. Bila kupaksakan memberitahu Ayah dan Ibu lebih dulu, mereka akan semakin membuat Nakata tertekan, apalagi bila mengetahui Yoshi sudah meninggal tepat di hari yang sama setelah Nakata menamparnya.

Nakata masih terjaga rupanya, ia mengutak atik handphonenya, lalu mencoba memejamkan matanya. Setelah kehilangan Yoshi, pasienku satu-satunya yang masih punya harapan besar untuk hidup. Saat ini hatiku campur aduk rasanya. Ada rasa bersalah yang teramat tajam menusuk jantungku, ada pula rasa bosan dengan cintaku pada Nakata yang selalu kupaksakan, ada pula rasa enggan memulai apa yang sudah kuimpikan selama ini.

Nakata melambaikan tangannya kepadaku, ketika ia tahu aku sedang memandanginya dari jauh. Akupun terpaksa masuk ke dalam kamar inapnya, dengan pikiran yang penuh kebingungan.

"Nanako..... bagaimana pemakaman Yoshi?" tanya Nakata penuh antusias, ia memiringkan badannya hingga bisa leluasa memandangiku.

"Cukup ramai..." jawabku.

"Nanako... bisakah kau mendekat padaku? coba mana tanganmu..." kata Nakata sambil merebut tanganku yang sengaja kusembunyikan dibawah tas selempang. "panas? apakah tubuhku begitu panas? Nanako?"

"Nai... suhu tubuhmu normal saja..."

"Nanako... apa yang salah denganmu?"

"Tak ada yang perlu di khawatirkan.... tidurlah... aku akan menemanimu disini"

"Nanako... apakah cintamu sirna bersama kepergian Yoshi? aku bisa merasakan itu... apakah kau tak tertarik lagi padaku ketika tak ada orang lain yang mencintaiku? begitukah?"

"Nai... Nakata... istirahatkan pikiranmu... jangan membahas yang bukan masalah... hummm"

"Nanako... jangan menipuku...aku mengenal kau sudah puluhan tahun... kau tak akan pernah bisa menipuku... apakah cinta itu sudah sirna... atau kau merasa bersalah bila mencintaiku? begitukah?"

"NAKATA!!! SUDAH KUBILANG!!! ISTIRAHATLAH!!! Apa kau tak peduli dengan kesehatanmu!!! HAH!!! CINTA CINTA CINTA!!! APA KALAU KAU DAN AKU BERSAMA HARUS MEMBAHAS MASALAH ITU HAH!!!"

"Nanako...." gumam Nakata sambil meraih tanganku, tapi aku mencegahnya, perasaanku semakin tak enak setelah membentaknya seperti tadi.

"Istirahatlah Nakata... aku juga akan mengistirahatkan pikiranku sebentar..." kataku sambil meninggalkannya.

Ponselku berdering beberapa kali, setelah kulihat ibu mengirimkan pesan berkali-kali, yang intinya ia ingin berbincang denganku di cafe dekat rumah sakit, saat ini ia menunggu disana, dan ia tahu kalau akulah yang membawa mobil Ayah.

Tak ingin membuat ibu menunggu terlalu lama, akupun segera menuju ke cafe, kupotong jalanku dengan melalui jalan rahasia, yang biasa dilalui suster-suster setiap harinya bila sudah bosan dengan makanan yang disediakan kantin.

***

Ibu tampak anggun dengan mengenakan setelan ungu, ia meneguk kopi dengan hati-hati, aku segera mendekatinya, lalu duduk dihadapannya.

Diwajahnya aku tahu, ia sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja saat ini. tapi senyumannya masih terhias di bibirnya, senyuman yang menakutkan bagi Nakata seperti yang dikatakannya padaku. setelah ia melihat ibunya tersenyum.

"Nanako... bagaimana keadaan Nakata?"

"Ibu.... tahu... darimana?"

"Aku ibunya... aku yang melahirkan anak itu... jadi aku tahu apa saja yang ia rasakan... apakah kau sudah membuatnya baik-baik saja saat ini?" tanya ibu tanpa bertele-tele.

"Nakata masih istirahat di kamar inap bu... ia baik-baik saja... hmmm... maafkan aku bu... maafkan aku telah merusak keluarga kita dengan keegoisanku..." akupun menangis tak tertahankan didepan ibu tiriku.

"Menangislah Nanako... lepaskan bebanmu..."

"Hummmm...."

"Aku ingin menemuimu...untuk menanyakan sesuatu yang begitu penting... Nanako... Apakah kau benar-benar mencintai Nakata? dan apakah Nakata juga mencintaimu?"

"Ibu.... akupun tak tahu... mungkin ini hanya keegoisan kami semata..."

"Nakata... anak itu... walaupun aku begitu membencinya, ketika mengetahui ia anak dari hasil kebiadaban pria-pria yang kukenal... aku juga mencintainya... walaupun seperti itu... ia juga masih Anakku... walaupun terkadang ingin sekali... aku membunuhnya... karena mengingat pria-pria yang menodaiku... aku merasa bersalah setelah melakukannya... dan aku semakin mencintainya..."

"Ibu.... aku bisa merasakan hal itu... kau Ibu yang luar biasa..."

"Nanako... selama ini aku hanya terlihat membencinya.. aku akan mengalah untuk kebahagiaan Nakata... aku akan bercerai dengan Ayahmu... sehingga kalian bisa menikah... apalagi.. aku tahu Nakata tak akan bisa bertahan terlalu lama untuk menunggu salah satu dari kami meninggal... heheee.. iya kan?" ibu tertawa sambil menghapus airmatanya yang tak bisa dibilang sedikit. Ibu... kau memang wanita yang luar biasa, aku tahu itu.

"Ibu... jangan lakukan itu... Ayah begitu mencintaimu... dan memerlukan dirimu... jangan lakukan itu bu... jangan... aku tak ingin merusak hubungan kalian... sudah cukup bu... Aku dan Nakata akan mengalah kali ini..."

"Bodoh!!" ibu memukulku dengan tempat tisue yang tersedia di hadapannya. "Kau bisa saja mengalah... menyimpan cintamu dalam-dalam... tapi bagaimana dengan Nakata...? hummm?... Aku dan Ayahmu pun perlu waktu yang banyak untuk merasakan kerinduan... biarkan kami berpisah 3 tahun, 4 tahun, atau 10 tahun... hingga kami merasakan kerinduan dan cinta yang kuat seperti dulu...Sudah Nanako... hapus airmatamu... jangan menangis dihadapan Nakata seperti ini... Ibu akan kembali ke rumah... Ayahmu mungkin menungguku... kalau kalian sudah siap untuk menikah... Ibu akan mengurus semua surat perceraian... jangan pernah putus asa dalam mewujudkan impian kalian... hummm"

"Ibu... apa yang harus kulakukan untuk membalas semua ini?"

"Buatlah Nakata lebih bahagia... karna aku sama sekali tak bisa membuatnya bahagia, seperti saat ia bersamamu... Nanako..."

To be continue

 
Layanan untuk Anda: x Cerita dari Kusuma | - | dari - | Lihat dalam Versi Seluler