Kisah Perjuangan Sarip Tambak Oso
Pada jaman dahulu kala, di saat penjajah belanda memporak porandakan bumi pertiwi, di kala mereka menguras habis kekayaan negeri ini. Hiduplah seorang pria pemberani, bernama Sarip Tambak Oso. Nama kecilnya hanya Sarip. Ia tinggal bersama Ibunya yang sudah menjanda sejak lama. Ayahnya meninggal karena dibunuh oleh penjajah Belanda yang haus akan pajak tambak.
Ketika itu Sarip masih kecil, ia bermain di tambak sambil menemani ibunya yang bekerja menyisir ikan dan udang hasil budidaya, yang nantinya akan dijual di pasar Sedati Wetan. Namun pekerjaan ibu dan ayahnya hari itu terganjal oleh iringan penjajah belanda.
Seakan tahu tentang kelanjutan nasibnya, Ayah Sarip mengambil lemah abang atau tanah merah di dekat tambak, lalu menyuruh Sarip untuk memakannya.
“Makanlah Sarip… supaya kamu kuat, sembunyilah dengan ibumu, Ayah akan menghadapi mereka” Sebelum rombongan penjajah belanda dan tuan tanah mendatangi ayah Sarip. Sarip dan Ibunya bergegas bersembunyi di balik semak belukar, jauh dari pandangan. Dari balik balik semak belukar mereka berdua menyaksikan betapa kejamnya penjajah belanda menghajar ayah Sarip karena alasan belum membayar pajak.
Hari itu Ayah Sarip meninggal di tambak, dihabisi oleh para penjajah belanda dan tuan tanah, karena alasan yang begitu kejam, belum membayar pajak. Ibu Sarip memilih untuk kabur dari tempat tinggalnya. Lalu membangun rumah baru di dekat Sedati Wetan.
Sarip tumbuh sebagai anak yang pemberani, ia memang pria yang bertempramen kasar, namun ia sungguh peduli pada rakyat yang menderita karena kemiskinan kala itu. Banyak rakyat miskin yang terlantar dikarenakan penjajahan oleh Belanda sangatlah keji dan tak mengenal belas kasih.
Sarip seringkali mencuri di rumah penjajah belanda, atau bahkan di rumah tuan tanah, pribumi yang menjadi penghianat dengan bekerja sebagai antek belanda. Hasil curian yang diperoleh Sarip, tak lantas disimpan sendiri. Ia selalu membaginya kepada rakyat miskin yang ia temui.
Itulah sebabnya, Sarip Tambak Oso, dikenal sebagai perompak dan juga pejuang. Perompak yang ditunggu-tunggu kematiannya oleh penjajah belanda, dan pejuang yang dieluh-eluhkan oleh para rakyat miskin. Beberapa kali ia dikejar penjajah belanda, di bantai sampai mati.
Namun pada hari berikutnya, ia hidup kembali. Keesokan harinya para penjajah belanda geram, lalu mencari Sarip dan membunuhnya lagi. Berkali-kali tragedi ini terulang, Sarip meninggal di tangan belanda dan keesokan harinya ia hidup lagi.
Para penjajah belanda mulai marah, mereka menyediakan hadiah untuk orang yang bisa membunuh Sarip. Suatu hari datanglah seorang pria yang dikenal sebagai paman Sarip dari ayahnya. Paman Sarip adalah seorang penghianat negeri, ia sering bekerja untuk penjajah Belanda, demi hasil yang tak seberapa banyak.
Tergiur oleh hadiah yang diiming-iming penjajah belanda, Paman sarip membongkar semua rahasia keponakannya. Kekuatan Sarip sebenarnya ada pada Ibunya. Selama ini Sarip hidup kembali karena sang ibu tak rela anaknya mati. Ibunya berteriak “Sarip! Jangan mati dulu! Ini bukan saatnya kamu mati! Belanda masih menjajah kita! Hancurkan mereka dulu! Baru kuijinkan kau mati!” dengan begitu mayat Sarip yang tercecer menyatu lagi, dan hidup kembali. Kata Paman Sarip dengan penuh percaya diri.
“Kita harus membunuh ibunya dulu Menir! Setelah itu habisi Sarip! Percayalah pada saya!” ujar Paman sarip setelah ia menerima imbalan dari penjajah belanda.
Keesokan harinya, saat sarip membagi hasil curiannya ke pasar-pasar. Gerombolan penjajah belanda menculik ibunya. Menganiaya tanpa belas kasihan, sampai ibunya menghembuskan nafas terakhirnya. Sarip merasa ada yang mengusik hatinya, sesaat ia mendengar jeritan ibunya.
“Anakku! Pergilah! Pergilah dari Desa ini! Atau Mereka akan membunuhmu! Saripp pergilah!” Bukannya pergi meninggalkan desa Sedati Wetan, Sarip malah pulang kerumahnya, dan menemukan jenazah ibunya ditengah-tengah para penjajah belanda.
“Kau apakan ibuku! Ibu!!!” Sarip berteriak menangis sekeras mungkin sambil menghampiri ibunya, namun timah panas yang meluncur dari selongsong senapan para penjajah belanda menembus dada Sarip. Hingga ia terkapar disamping ibunya.
Sarip Tambak Oso, meninggal dengan kedamaian di samping ibunya. Kisah Sarip masih menjadi legenda di Sidoarjo, ada beberapa anggapan bahwa kala itu Sarip belum mati, lalu Belanda menangkapnya, dan menghukumi sarip dengan dikubur hidup-hidup di dalam sumur lalu ditutup batu.
Sarip Tambak Oso adalah salah satu pejuang negeri ini, yang merelakan keselamatan dan nyawanya untuk masyarakat dan ibunya. Namun ia gugur karena penghianatan oleh keluarganya sendiri.