Author : Ayuna Kusuma
"Sebelum/Sesudah membaca Fanfiction ini, budayakan share, Like, dan komentar. Terima kasih atas dukungannya"
Chapter Eight
Nakata Side :
Dua jam sudah aku menunggunya sadar, Yoshi belum sadar juga, seakan-akan mimpinya terlalu indah, hingga begitu berat untuk meninggalkannya. Akupun begitu begitu berat meninggalkan Nanako di rumah yang suasananya sedang kacau seperti ini.
Seketika permasalahan itu berhasil membuatku pening, darah keluar lagi dari hidungku, selagi Ibu Yoshi pulang ke rumah untuk mencuci baju Yoshi, ku rebahkan tubuhku di samping Yoshi yang sedang terlelap.
"Yoshi... aku juga sakit sepertimu... hehe" gumamku sambil menggeser tubuh gadis kecil yang rindu sebuah perhatian.
"Ah... darahku... mengapa kau keluar terus menerus... hmmm..." dengan kapas milik Yoshi akupun menyembuhkan diriku sendiri. Bila saja ada Nanako disini, ia pasti tahu apa saja yang bisa ia lakukan untukku.
"Nakata!!... apa yang kau lakukan disana!!" tegur seseorang, yang ternyata Daiki, ia masuk ke dalam kamar untuk memeriksa infus milik Yoshi.
"Oh... tiba-tiba aku mimisan... kata Nanako aku harus merebahkan kepalaku... hehe..."
"Tapi bukan di ranjang pasien... Ayo... ikut denganku..." Kata Daiki sambil menarikku menjauh dari ranjang pasien.
"Dokter... sebentar saja... kepalaku pening saat ini..." kataku memohon.
"Iya... aku tahu... ikut denganku... kuberi kau obat penghilang rasa sakit... Lagipula tidur di tempat pasien sebuah ketidaksopanan... bagaimana kalau ibu Yoshi tahu ulahmu... Ayo... turuti saja kataku Nakata..." Daiki pun semakin menarikku dengan paksa.
Tiba-tiba ada tangan dingin yang menahan tangan kananku. Ketika kupalingkan wajahku, Yoshi telah sadar, dan ia menahanku dengan tangannya yang terasa begitu dingin.
"Dokter... aku yang menyuruhnya... biarkan dia disini sebentar saja..."
"Oh!!... Kau sudah sadar... aku akan menghubungi ibumu... beliau sangat khawatir tadi..." kata Daiki sambil mengetik nomor di handphonenya yang tergantung dileher.
"Jangan!!... biarkan ibu tahu sendiri.... Beliau sedang istirahat di rumah... jangan kau beritahu dia Dok... Biarkan ibu beristirahat sebentar di rumah"
"Baiklah.... Nakata!! kali ini kau aman... hmmm... tapi aku pasti melaporkan ini pada kakakmu..." kata Daiki sambil mengancam dengan kepalan tangannya, ia pun tersenyum licik dan keluar dari kamar.
Tahu darahku keluar dari hidungku tak sederas tadi, akupun turun dari ranjang Yoshi dan mencoba membasuh wajahku di kamar mandi.
"Hai..." sapa Yoshi sambil melambaikan tangannya ke arahku. "Apa kau sudah tak marah lagi Nakata? Bisakah kau genggam tanganku? Dingin sekali disini..."
"Apa kumatikan saja AC nya?" tanyaku sambil menyambar remote AC, tapi ternyata AC sudah mati sedari tadi.
"Genggam tanganku saja Nakata...." gumam Yoshi melemah.
"Hai..!!" Kugenggam tangan Yoshi yang memang terasa sangat dingin, berbeda dengan tangannya yang kemarin, terasa hangat dan bernyawa.
"Nakata... apakah... kau kembali karena suruhan ibumu? Nanako?"
"Ie... Aku kembali padamu... karena Kau pasti memerlukanku..." Yoshi semakin menarik tanganku, lalu didekatkannya ke pelukannya.
"Tanganmu begitu hangat Nakata..."
"Yoshi... Apakah kau masih terasa sakit?" kataku sambil membelai bekas tamparan yang telah kubuat di pipi Yoshi yang pucat.
Ia pun menggelengkan kepalanya dengan lembut.
"Kumohon... maafkan aku... tindakanku terlalu kasar padamu..."
"Aku memang pantas menerima itu Nakata... Aku tak pernah mau tahu tentang impianmu...selama ini... itulah kesalahanku...Aku tak mau lagi berkencan denganmu Nakata... Aku tak mau membuat hatiku dan hati Nanako semakin sakit..." Yoshi berujar sembari menghapus airmatanya yang membasahi bekas lukanya sedikit demi sedikit.
"Yoshi...."
"Hummm...?"
"Selama ini... aku telah salah menilaimu..."
"Hmm... Kita semua telah salah menilai diri kita masing-masing... Nakata... kau tahu... Nanako benar-benar mencintaimu... Ia wanita yang sempurna... kumohon... jangan pernah sekalipun menamparnya... seperti kau menamparku... cukup pipiku yang kau buat seperti ini..."
"Yoshi... watashi wa gomen'nasai..."
"Nakata... di dunia ini... kubiarkan kau bersama Nanako... tapi kau... berjanjilah... Di surga nanti... kau harus bersamaku... selamanya..." air mata Yoshi semakin deras keluar, akupun tak tahan dengan suasana seperti ini. Dalam dadaku seperti ada kupu-kupu yang mengobrak abrik perasaanku. "Nakata... berjanjilah padaku uhmm.... buatlah aku bahagia... walaupun kita baru bertemu di Surga nanti...." Yoshi mengulangi permohonannya sambil mengusapkan tanganku ke wajahnya.
"Yoshi.... apakah kau begitu mencintaiku?"
"Aku mencintaimu... Nakata... sejak kau menyatakan kesediaanmu menjadi kekasihku... dan membahagiakanku sebelum aku pergi ke Surga.... Sejak kau memenangkan semua permainan hanya untukku... Sejak kau menjagaku seharian waktu kita kencan, Sejak itu... aku sadar... kau harus kucintai sepenuh hati..... Ayo... Nakata... berjanjilah.... jangan buat dirimu kecewa..."
"Baiklah..." Kuambil cincin kaleng dari saku, sebenarnya cincin berkarakter beruang kutub itu hadiah dari pusat game 24 jam, dan aku ingin memberikan pada Nanako yang pertama kali memanggilku beruang kutub. Tapi Yoshi... Ia lebih memerlukannya kali ini.
Sembari kupasangkan cincin beruang kutub di jari manis Yoshi akupun berjanji.
"Aku berjanji... akan menghabiskan hidupku di Surga.. bersama Yoshi... gadis cantik yang sungguh beruntung mendapat cincin ini dari seorang pria bernama Nakata..."
"Uhmmmm!!!.... Nakata.........." Yoshi mengangkat tubuhnya, lalu memelukku begitu erat. Bisa kurasakan hangatnya airmata Yoshi yang menembus kemejaku.
"Nakata...... mengapa tuhan memberikanku penyakit ini.... euhmmm... mengapa?.... kalau saja... keadaanku membaik...kalau saja....uhummm.... Nakata... "
"Yoshi... tenangkan dirimu... kembalilah tidur... Jangan pikirkan apapun saat ini... tenanglah... Aku akan tetap bersamamu... sampai kapanpun..."
"Masaka..... Masaka..... Kau harus kembali pada Nanako... wujudkan impianmu selama ini Nakata.... jangan biarkan orang lain menghalangi impianmu... dan jangan pernah lupa janjimu padaku... Nakata...."
"Yoshi... tenanglah... aku tak akan melupakan semua janjiku padamu... sekarang... jangan menangis lagi... uhmm... tersenyumlah... aku suka Yoshi yang selalu tersenyum apapun yang terjadi..." kataku mencoba membelai rambutnya, semoga saja ia bisa tenang dengan perlakuanku itu.
Ada perasaan yang menusuk hatiku, ketika kusadari nafas Yoshi tersenggal-senggal, tangannya yang tadi memelukku erat, kini lunglai tak berdaya, dagunya bertahan di pundakku yang penuh airmata.
"Yoshi... ? Yoshi... bisakah kau dengar aku?" Kurebahkan ia di ranjangnya, kuperiksa nafasnya yang terkadang hilang, terkadang tersenggal-senggal.
"Yoshi!!!....Jangan pergi dulu Yoshi!!!!" . Secepatnya akupun berlari ke kantor Daiki yang tak jauh dari kamar Yoshi. "DOKTERRRRRRRRR!!!!!!!!!!!! DOKTERRRRRRRR!!!!!!!! TOLONGLAH!!!!!! YOSHI!!!!!!!!!"
"Ada apa???"
"Tolonglah Dia.... Daiki... Cepatlah...jangan biarkan ia pergi Daiki......" Daiki langsung pergi dengan beberapa suster ke kamar Yoshi, sedangkan aku hanya terkapar di pintu masuk kantor Daiki. Darahku semakin banyak keluar dari hidungku, kepalaku terasa berat kali ini. Yoshi... kuatkan dirimu... aku percaya... kau bisa menghadapi situasi krisis seperti saat ini.
Kuambil handphone dalam jaketku. Panggilan tak terjawab dari Nanako tercatat puluhan kali, dengan susah payah, kucoba menghubunginya. Kusandarkan kepalaku di pintu kantor Daiki. Tak ada suster yang lewat di depan kantor Daiki, kepalaku yang semakin pening, membuatku tak bisa berbuat apa-apa saat ini.
"Nanako... bisakah kau datang? Yoshi sedang sekarat saat ini... aku... akupun begitu... darahku semakin deras keluar dari hidung... mataku... perih sekali... hmmm saat ini... aku ada di depan kantormu... aku... Nanako...aku... tak kuat lagi menahan rasa sakitnya... datanglah...... kumohon...hanya kau yang bisa kuandalkan... Nana...."
To be continue